ROUSSEAU,
DEWEY DAN DEMOKRASI
Patrick
Riley dan Jennifer Welcham
Di
Abad 21 “demokrasi”memiliki persamaan arti dengan politik yang pantas di
hormati. Dan pertanyaann tentang apa yang akan membuat “pendidikan demokratis” ini menjadi satu- satunya hal penting untuk
filsafat pendidikan. Jawaban untuk pertanyaan ini pasti akan memiliki banyak
makna. Sebagian berfokus pada isi pendidikan ; bahwa seharusnya menumbuhkan
kebaikan yang sesuai untuk warganegara
dalam demokrasi; bahwa seharusnya memungkinkan atau menunjukan
kemandirian seseorang ; bahwa
seharusnya toleransi atau
menghormati keragaman agama dan budaya yang sah dan tidak menyeragamkan
populasi dalam mencari atau menciptakan budaya politik nasional yang kohesif.
Untuk menanamkan kebaikan yang pantas bagi warganegara yang demokrasi, atau
demokratis yaitu pada Pendidikan
Kewarganergaraan , yang pada satu waktu
telah mengajarkan untuk menganut kebaikan dan ketaatan dalam hukum
(Kaestle, 1983, pp 34-9, 97; Curren, 2002),
Produktivitas Ekonomi dan kecukupan uang pribadi (kemandirian ekonomi
menjadi penting bagi kemerdekaan politik dan kewarganegaraan penuh : Lihat
Shklar, 1991), kepaduan sosial atau integrasi (lihat Osler, 2000; Blum, 2002;
Galston, 2002), Kesetiaan pada
masyarakat dan Negara (dilatih intensif kurang lebih melalui Persatuan
Nasional, “Pendidikan Agama” , dan cara lainnya) atau sikap kosmopolitan yang
berkualitas atau seperti kesetiaan yang
melampaui (lihat Nussbaum , 1996; Callan, 1997, pp 100-31; Gutmann, 2002) dan
kesediaan untuk berpartisipasi secara
konstruktif dalam kehidupan bernegara dan proses politik (lihat Gutmann, 1987 ;
Barber , 1992) .
Jawaban lainnya berfokus pada keadilan dan kesamaan :
Bahwa Pendidikan yang demokrasi itu mengharuskan sekolah untuk semua anak
secara bersama – sama dan dalam hal yang sama (lihat Pangle and Pangle, 1993, p
92); bahwa itu memberikan semua anak kurikulum atau pengalaman yang sama (lihat
Adler, 1982); bahwa itu memberikan anak-
anak dengan nilai sumber daya pendidikan yang sama atau nilai yang sama bagi
mereka (lihat Bastian , 1986).
Masih
jawaban lainnya yang berfokus pada kontrol
pendidikan : bahwa dalam demokrasi itu harus secara bersama diawasi oleh
badan pemerintahan yang demokratis, seperti dewan sekolah local (lihat Gutmann,
1987); bahwa kontrolnya bertumpu pada
keluarga masing-masing individu yang bebas itu dan harus di hormati oleh Negara
demokrasi liberal (McConnel, 2002); bahwa ruang kelasnya harus dibentuk sebagai
masyarakat yang demokratis dengan kontrol yang signifikan atas urusan internal
mereka, seperti kurikulum dan peraturan pelaksanaan mereka (lihat Apple dan
Beane, 1995, p. 9).
Hal yang berbeda
dengan sebagian catatan sejarah, karena kata "demokrasi" sebenarnya
bukanlah istilah untuk sebutan yang dihormati, tetapi dipahami untuk menyatakan salah satu
hal yang mungkin terburuk dari organisasi sosial dan politik.
Secara harfiah istilah
“demokrasi” berasal dari bahasa Yunani,
yaitu dari kata demos, orang
miskin, tidak berpendidikan dan tanpa banyak pengalaman atau pengetahuan
tentang urusan public. Aristoteles memahami bentuk – bentuk pemerintahan dengan
sistem di dalamnya, yakni di mana orang miskin
yang mendominasi dan satu orang kaya
sebagai penguasa memerintah dengan sewenang-wenang , lalu banyak pemerintah oleh kelompok kecil dimana beberapa orang memerintah dengan sewenang-wenang,
yang hanya memperhatikan segelintir orang-orang kaya saja.
Ekonomi
dan polarisasi sosial keduanya rumit, tidak adanya pembagian kekuasaan
pemerintahan, di lakukan untuk kepentingan kekuasaan yang melewati batasan
hukum atau batas batas konstitusi. (Politics,
III , 3, III, 6).
Jadi menurut kita konstitusi terbaiknya yang
disebutkan Aristoteles dan yang praktis untuk kebanyakan Negara adalah
demokratis. Tapi menurut dia tidak. Menurutnya yang tepat
adalah aristokrasi ideal, yaitu kekuasaan
yang dibentuk bersama oleh warganegara
yang memiliki kebijakan, pertimbangan yang baik, dan saling
memiliki kemauan yang baik menghasilkan keuntungan dan kekayaan bersama,
hukum-hukum yang baik, dan mengoperasikan sekolah-sekolah umum dan institute lainnya
akan memelihara persahabatan warganegaranya, dan potensi manusia nya terpenuhi.
System yang umumnya terbaik tercapai, yaitu yang dia sebut sebuah pemerintahan, adalah Pemertintahan campuran yaitu yang sadar
bahwa konstituti itu memberikan
peran kelembagaan atau kedudukan yang sama bagi keduanya yaitu yang kaya dan
miskin. Dan pemerintahan pertengahan yaitu
yang sadar bahwa konstitusi itu yang
terbesar di dominasi oleh warga kelas menengah, yang masyarakat dan sudut pandang politiknya lebih
baik daripada golongan kelas bawah dan kelas atas. Yang mendidik
pada sistem seperti itu tidak berbeda dengan apa yang terpenting untuk
aristokrasi ideal (lihat Curren, 2000, pp. 65-75, 100-1, 118-23, 131-9) Dalam istilah modernnya jenis pemerintahan
campuran itu adalah bentuk demokrasi, yang di rancang untuk menjaga dari
golongan yang hanya mementingkan kekayaan semata, dan dari pendapat tersebut akhirnya dianggap
sebagai pendapat yang meyakinkan dalam kelebihan bentuk demokrasi. Pertama
prinsip dasarnya itu seseorang memiliki
pertimbangan atau kebijaksanaan praktis yang berhak untuk memerintah orang lain
dan hak warga negara untuk berpartisipasi bersama dalam pemerintahan.
Prinsip
dasar itu juga mencerminkan etika menghormati orang sebagai agen rasional (lihat
Curren, 2000, pp 20-65) prinsip itu juga menghubungkan dari beberapa kebijakan
diantaranya :
“banyak
... ketika mereka bertemu bersama mungkin lebih baik daripada beberapa yang
baik, bila dihormati tidak secara individunya tetapi secara bersama... di antara
banyak nya individu masing-maisng memiliki pangsa kebajikan dan
kebijaksanaan praktis, dan ketika mereka bertemu bersama.... beberapanya
memahami satu bagian, dan beberapa yang lain di antara mereka memahami seluruh
(politik. III. 11, 1281a42 b9)”
”ada
beberapa seni yang produknya tidak dinilai dari semata-mata, atau dari yang
terbaik, oleh seniman sendiri ... tuan rumah akan benar-benar menjadi hakim
yang lebih baik {itu} dari pembangunnya, seperti ... para tamu akan menilai
makananya lebih baik daripada mereka masaknya. (Politik, III. 11. 1282a18-23)”
Demikian
pandangan yang bagus dari Aristoteles
sebagai tambahan pendapatnya
dalam urusan publik dan sebagai yang membutuhkan prespektif dari apa yang menjadi konsekuensi
langsung dari tindakan pemerintah
.Pemikiran selanjutnya yang akan dibahas
kali ini yaitu yang dikemukakan oleh
John Dewey, salah satu tokoh utama pada bab ini yang mendukung demokrasi.
Jean-
Jacques Rousseau (1712-78) dan John
Dewey (1859-1952) berada di antara tokoh
tokoh filosofi pendidikan yang hebat
untuk bersimpati pada egalitar dan demokrasi. Mereka memberikan perhatian utama
nya pada rasionalitas bersama, yang sekarang di sebut demokrasi partisipatoris.
Rousseau menjelaskan yang di inginkan
dari bentuk konstitusi yaitu sebagai “republikasnisme”, tetapi dia membayangkan
itu sebagai sebuah system yang
dimana warga Negara biasa mempertahankan lansgung kedaulatan legislative
dan siap melaksakan itu dengan
sepenuhnya. Persoalan utama yang di gagasakan Rousseau yaitu tentang politik dan pendidikan, Patrick Riley
menuliskannya pada bagian ini, yaitu bagaimana pemerintahan legislative ini dan
terkait kebebasan yang di tuntut
warganegara: tuntutan mereka itu akan
bagus, dan tidak mencintai diri sendiri saja dalam hal tingkatan masyarakat dan
beberapa perbedaan dari nilai aslinya tersebut didasari atas “pembalikan”.
Pendidikan tidak hanya harus memepertahakan kebebasan dan menghindarkan segala bentuk ketergantungan,
termasuk ketergantungan ekonomi, tetapi memasukkan “kehendak” yang di ambil
warga Negara tersebut.
Gagasan
Dewey yang berhubungan dengan pendidikan di teliti oleh Jennifer Welcham pada
bagian kedua bab ini, demokrasi di perhatikan sebagai bentuk kehidupan social
dan politik manusia yang dapat melanjutkannya untuk “tumbuh” dan berkembang sepenuhnya, dan dia
membayangkan masyarakat yang demokratis yaitu yang terlibat dalam menyelesaikan masalah secara bersama. Dalam
catatan ini, kebaikan dari warga Negara penting untuk masyarakat yang
demokratis, termasuk terpelajar, ramah, dan berkomunikasi yang baik kepada
sesama, dan dapat bekerja sama.
Rousseau
dan Dewey juga memandang bahwa belajar adalah
hal penting bagi manusia dengan tuntutan
untuk kelangsungan hidup, dan
itulah jalan yang seharusnya di ikuti untuk sejauh mungkin. Mereka juga
berpendapat terkait dengan itu pola masyarakat mudanya harus menyesuaikan pada pola masyarakat dewasa. Pendapat Rousseau tidak disetujui Locke , anak – anak selalu terbiasa untuk mematuhi
yang lain sehingga tidak akan tumbuh menjadi dewasa yang bebas. Pendapat Dewey , bertentangan dengan
sekolah tradisional, anak – anak selalu terbiasa untuk bersaing dalam
menyelesaikan tugasnya yang sama di sekolah, daripada membuat nya beda dan
dinilai berkontribusi untuk rencana umum,hal
itu tidak akan menumbuhkan masyarakat yang dapat menyelesaikan
masalahnya secara bersama-sama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar