Kamis, 08 Desember 2016

Lahirnya Ontologi Sebaga Awal Pemisah Pengetahuan Dari Kepentingan



Lahirnya Ontologi Sebagai Awal Pemisahan Pengetahuan dari Kepentingan

Munculnya pemikiran filosofis dalam masyarakat yunani menimbulkan demitologisasi pemikiran mitis. Melalui ungkapan filosofis, teori mulai dijauhkan dari ritus keagamaan, meskipun arti harfiahnya tetap, yaitu “memandang”. Dalam pemikiran filosofis, teori berarti “kontemplasi atas kosmos”. Para filsuf memandang alam semesta dan menemukan suatu tertib yang tidak berubah-ubah, yaitu suatu macrocosmos. Dengan “memandang” makrokosmos, sang filsuf menyadari adanya gerak alamiah dan harmonis yang sama dalam dirinya sendiri. Apa yang dilakukannya adalah menyesuaikan diri dengan tertib alam semesta itu. Tertib harmonis monokrokosmos merupakan keadaan yang baik dan pengetahuan akan yang baik itu mendorongnya untuk mewujudkan tertib itu dalam tingkah laku kehidupannya sendiri. Dengan jalan ini sang filsuf melakukan kegiatan yang disebut mimesis (meniru). “kontemplasi atas kromos”, dengan demikian, menjadi tingkah laku praktis melalui kesadaran akan dirinya sebagai microcosmos.
Bersamaan dengan munculnya filsafat di yunani, teori juga mulai dipisahkan dari praxis. Dengan mengartikan teori sebagai kontemplasi atas kosmos, filsafat telah menarik garis batas antara Ada  dan Waktu,yaitu antara yang tetap dan yang berubah-ubah. Inilah bibit cara berpikir yang nenyebabkan lahirnya ontologi dalam sejarah pemikiran manusia. Melalui teori, filsuf mulai menyusun konsep-konsep tentang ke-apa-an (hakikat) benda-benda dan apa yang disebut hakikat itu tak lain dari inti kenyataan yang tak berubah-ubah, filsuf berkehendak untuk menara atas kosmos pkan pemahaman konseptual itu pada berbagai situasi. Pemahaman semacam itu dipandang sebagai pengetahuan sejati dan untuk memperoleh pengetahuan sejati itu teori mesti makin dimurnikan dari unsur-unsur yang berubah-ubah, yakni dorongan dan perasaan subjektif manusia sendiri. Sikap mengambil jarak dan membersihkan pengetahuan dari dorongan empiris itu disebut “sikap teoritis murni”. Dengan sikap itu manusia dapat memahami kenyataan sebagaimana adanya. “kontemplasi atau kosmos” kemudian menjadi “kontemplasi bebas-kepentingan”. Dengan menekan kepentingan, manusia membebaskan diri dari dorongan dan perasaan yang dianggapnya sebagai kekuatan jahat. Dengan kata lain, catharsis yang semula dialami lewat upacara mistis sekarang dicapai lewat kemauan manusia sendiri, yakni melalui teori.
Dengan demikian, apa yang kita kenal sekarang dengan nama ontologi adalah bentuk pemahaman atas kenyataan yang menghendaki pengetahuan yang murni yang bebas-kepentingan. Pengetahuan yang lahir dari refleksi ontologies adalah suatu  disinterested knowledge. Kelahiran ontologi mengikis habis bios theoretikos karena teori tidak lagi memperoleh  kepenuhan isinya dalam kehidupan, melainkan justru dengan menarik diri dari kehidupan praktis manusia. Tanpa disadari sang pemikir sendiri, pembersihan dari kepentingan manusiawi ini tak lain dari pelaksanaan kepentingannya sendiri, yaitu pelaksanaan kepantingan untuk menekan kepentingan demi mencapai pengetahuan murni.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar