Filosofis Masjid Agung Banten
Masjid Agung Banten dibangun pertama
kali oleh Sultan Maulana Hasanuddin (1552-1570), sultan pertama Kasultanan
Banten yang juga putra pertama Sunan Gunung Jati, Sultan Cirebon. Masjid Agung
Banten termasuk salam wilayah Desa Kasemen, Kecamatan Kasemen, Kabupaten
Serang, Provinsi Jawa Barat. Bangunan masjid berbatasan dengan perkampungan si
sebelah utara, barat, dan selatan, alun-alun di sebelah timur, dan
benteng/keratin Surosowan di sebelah tenggara. Masjid Agung Banten dirancang
oleh 3 arsitek dari latar belakang yang berbeda. Yang Pertama adalah Raden
Sepat, Arsitek Majapahit yang telah berjasa merancang Masjid Agung Demak,
Masjid Agung Ciptarasa Cirebon dan Masjid Agung Banten. Arsitek kedua adalah
arsitek China bernama Cek Ban Su ambil bagian dalam merancang masjid ini dan
memberikan pengaruh kuat pada bentuk atap masjid bersusun 5 mirip layaknya
pagoda China. Karena jasanya dalam membangun masjid itu Cek Ban Su memperoleh
gelar Pangeran Adiguna. Lalu arsitek ketiga adalah Hendrik Lucaz Cardeel,
arsitek Belanda yang kabur dari Batavia menuju Banten di masa pemerintahan
Sultan Haji tahun 1620, dalam status mualaf dia merancang menara masjid serta
bangunan tiyamah di komplek masjid agung Banten. Karena jasanya tersebut, Cardeel
kemudian mendapat gelar Pangeran Wiraguna.
Keadaan masjid sampai saat ini masih
terawatt dan di kelola oleh yayasan yang dipimpin oleh H. Tubagus Wasi Abbas.
Masjid Agung Banten telah mengalami delapan kali pemugaran yang berlangsung
dari tahun 1923 sampai 1987. Pada tahun 1923, dilaksanakan pemugaran oleh Dinas
Purbakala, dan tahun 1930 dilakukan penggantian tiang-tiang kayu yang rapuh.
Tahun 1945, Residen Banten, Tubagus
Chotib, bersama masyarakat melaksanakan perbaikan atap cungkup penghubung di kompleks
pemakaman utara, kemudian tahun 1966/1967 Dinas Purbakala memugar menara
masjid. Pada tahun 1969 Korem 064, Maulana Yusuf memperbaiki bagian yang rusak
antara lain pemasangan eternity langit-langit. Tahun 1970 dilaksanakan
pemugaran serambi timur dengan dana dari Yayasan Kur’an. Pertamina pernah
memugar kompleks masjid dengan kegiatan mengganti lantai ruang utama, pembuatan
pagar tembok keliling kompleks dengan lima gapura. Tahun 1987, dilaksanakan
penggantian lantai serambi pemakaman utara dan cungkup makam sultah Hasanudin
dengan marmer.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar