Rabu, 28 Desember 2016

Asal Usul Tanjung Lesung


ASAL USUL TANJUNG LESUNG
Pada zaman dahulu kala ada seorang pengembara dari laut selatan bernama Raden Budog. Suatu hari, setelah lelah bermain di tepi pantai, Raden Budog beristirahat di bawah pohon ketapang laut. Angin semilir sejuk membuat Raden Budog terlena. Perlahan matanya terpejam. Dalam tidurnya Raden Budog bermimpi bertemu dengan seorang gadis yang sangat cantik. Hati Raden Budog terpesona oleh kecantikannya. Tanpa disadarinya, kakinya melangkah mendekati gadis ituyang tersenyummanis kepadanya. Raden Budog pun mengulurkan tangannya hendak menyambut uluran tangan gadis itu. Tapi betapa terkejutnya dia … seranting kering pohon ketapang mengenai dahinya. Raden Budog terperanjat dan terbangun dari tidurnya. Dengan perasaan kesal diraihnya ranting itu dandibantingnya keras keras. “ranting keparat!” gerutunya. Kalau ranting itu tidak jatuh maka aku bisa menikmati mimpi indahku”. Berhari hari bayangan mimpi itu tidak pernah bisa hilang dari ingatan Raden Budog. Lalu diputuskannya bahwa dia akan pergi mengembara. Raden Budog pun segera menyiapkan pembekalan untuk pengembaraannya.”cek…cek…cek…, kita akan mengembara, sayang,” kata Raden Budog mengelus elus anjing kesayangannya yang melonjak lonjak dan menggonggong gembira seolah mengerti ajakan tuannya. Raden Budog lalu menghampiri kuda kesayangannya. “kita akan mengembara jauh, sayang. Bersiap siaplah.” Raden Budog membelai kudanya yang meringkik gembira. Kemudian Raden Budog menyiapkan golok dan batu asah yang selalu dibawanya kemana saja dia mengembara. Setelah semuanyadirasa siap, Raden Budog segera menungggang kuda kesayangannya, berjalan ke arah utara. Di pinggangnya terselip golok panjang yang membuatnya tampak gagah dan perkasa. Sedangkan tas anyaman dari kulit terep berisi persediaan makanan, terselempang dibahunya. Sementara itu anjing kesayangannya berjalan didepan, mengendus endus mencari jalan untuk tuannya. Anjing itu kadang menggonggong menghalau bahaya yang mengancam tuannya.
Lima hari perjalanan telah ditempuhnya. Walaupun begitu Raden Budog belum juga mau turun dari kudanya. Dia juga tidak menyadari badannya sudah lemah karena perutnya kosong, begitupula kudanya. Fikirannya Cuma terbayang bayang pada mimpinya di tepi pantai itu “kapan dan dimana aku bisa bertemu gadis itu?” gumamnya dalam hati. Raden Budog terus memacu kudanya menapaki jalan jalan terjal dan mendaki hingga tiba di gunung walang yang sekarang kini menjadi kampong cimahpar. Tiba tiba kudanya roboh Raden Budog terperanjat, mencoba menguasai keseimbangannya namun karena sudah lama lamalelah, Raden Budog dan kudanya berguling guling dilereng gunung. Anjing kesayangannya menggonggong cemas meningkahi ringkik kuda. Raden Budog segera bangun, sekujur badannya terasa lemah dan nyeri. Sejak Raden Budog istirahat di gunung walang. Dia membuka bekalnya dan makan dengan lahap sementara itu kudanya mencari rumput segar sedangkan anjingnya berlarian kesana kemari memburu mangsa, seekor burung gemak yang berjalan disemak semak. “ayoo kita berangkat lagi!” Raden Budog berteriak memanggil kuda dan anjingnya. Namun dilihat pelana kuda itu ternyata telah robek. Dengan terpaksa Raden Budog meninggalkan pelana itu dan memutuskan untuk meneruskan perjalanannya dengan kaki karena dia tidak bisa menunggang kuda tanpa pelana, mereka terus melangkah hingga tibalah disuatu tempat yang tinggi. Tali alas namanya yang sekarang disebut pilar dari tempat inilah Raden Budog dapat melihat laut yang biru membentang dengan pantainya yang indah.
Raden Budog kemudian melanjutkan perjalanan kepantai cawar, begitu sampai dipantai yang indah itu Raden Bulog segera berlari dan terjun kelaut, berenang renang gembira. Perjalanan yang begitu melelahkan itu seolah lenyap oleh segarnya air pantai cawar. Di muara sungai Raden Bulog membilas tubuhnya lalu dicarinya kuda dan anjing kesayngannya untuk meneruskan pengembaraan. “ayo kita berangkat lagi”seru Raden Budog ketika dilihatnya kuda dan anjing kesayangannya itu sedang duduk di tepi pantai. Tidsak seperti biasanya kuda dan anjing kesayangannya itu diam saja seolah tak perduli dengan ajakan tuannya. Raden Budog merasa heran “cepat berdiri! Ayoo kita berangkat” seru Raden Budog lagi. Tapi kedua binatang itu tetap duduk saja tak bergerak sedikitpun, anjing dan kuda itutmpak sangat kelelahan setelah menempuh perjalanan panjang sehingga sekedar untuk berdiripun tak sanggup lagi. “aku harus segera menemukan gadis pujaanku, kalau kalian tidak mau menuruti perintahku dan tetap diam seperti karang akan ku tinggalkan kalian disini!” teriak Raden Budog sambil meneruskan perjalanan, meninggalkan anjing dan kuda kesayangannya.namun kedua binatang itu tetap tidak bergeming dan menjelma menjadi karang sampai sekarang dipantai cawing terdapat karang yang menyerupai kuda dan anjing sehingga disebut karang kuda dan karang anjing. Kemudian Raden Budog melanjutkan pengembaraannya seorang diri, dalam bennaknya telah adakesayangan lain yang ingin segera ditemukannya gadis pujaat yang muncul dalam mimpinya itu benar benar memenuhi benaknya, sehinggagoloknya pun tertinggal di batu cawar kini Raden Budog hanya membawa tas dari kulit terep serta batu asah didalamnya. Sesampainya di legon waru Raden Budogkembali merasakan kelelahan. Sendi sendi tubuhnya merasa lunglai tapi Raden Budog tidak ingin beristirahat barang sebentar, dia terus melangkah dengan sisa tenaganya. Akan tetapi Raden Budog merasa benda tersebut tak berguna lagi dan diambilah batu asah itu dari dalam tasnya dan diletakannya ditepi jalan. ‘biarlah batu ini menjadi kenangan,” gumamnya. Demikianlah sampai saatini dilegon waru terdapat sebuah karang yang terkenal dengan karang pengasahan.
Berhari hari Raden Budog terus mengembara menyusuri pesisir pantai. Wajah gadis yang menghiasi mimpinya memenuhi fikirannya sepanjang perjalanan, menyalakan semangat di dadanya. Rasa lelah, letih, dan bosan tak dihiraukannya. Suatu ketika hujan turun sangat derasnya, Raden Budog pun berlindung dibawah pohon. Dari balik pasir, tiba tiba berhamburan penyu penyu besardan kecil mmenuju laut seakan gembira menyambut datang nya air hujan. Dan tempat itu saat ini dikenaldengan nama cipenyu.sesaat kemudian Raden Budog melanjutkan perjalananya setelah mengambil daun pohon langkap yang dijadikannya sebagai payung. Akan tetapi hujan terus melebat, “mudah mudahan ada gua disekitar sini.aku harus berlindung dan beristirahat sejenak,” gumamnya. Dan betapa gembiranya Raden Budog melihat sebuah bukit karang yang menjorok. Raden Budog punmempercepat langkahnyadanmasukke dalam gua. Ditutupnya pintu gua itu dengan daun langkap tersebut hinggagua itupun menjadi gelap gulita. Beberapa saat Raden Budog beristirahat melepas lelah sambil menunggu hujan reda. Tapi ia merasa tak nyaman berada dalamgua yang gelap gulita tersebut. Dan dibukanya daun langkap itu. Seberkas sinar menerobos masuk, dan ternyata hujan telah reda. Kemudian Raden Budog pun keluar dan menutup kembali gua tersebut dengan daun langkap. Sampai saat ini gua tersebut masih tertutup oleh daun langkap yang membatu dandikenal dengan nama Karang Mempeuk.
Tidak jauh dari karang meupeuk Raden Budog tiba pada muara sungai yang air nya sangat deras.kemudian Raden Budog pun duduk diatas batu memandang air yang meluap, sayup sayup terdengar bunyi lesung dari seberang sungai. Dia merasa yakin bahwa diseberang sungai terdapat kampung tempat tinggal gadis pujaan hatinya yang selama ini dia cari. “dasar kali banjir!” gerutu Raden Budog tak sabar menunggu banjir surut. Tempat ini sampai sekarang dikenal dengan Kali Caah yang berarti kali banjir. Karena tidak sabar akhirnya Raden Budog pun nekat menyebrangi sungai itu walau dengan susah payah dan megerahkan seluruh tenaganya. Sesampai nya dipintu masuk kampung Raden Budog beristirahat sambil melihat kearah kampung.Dikampung itu tinggalah seorang jandabernama Nyi Siti yang mempunyai anak gadis yang sangat cantik yang bernama Sri Poh Haci. Setiap hari Sri Poh Haci membantu ibunya menumbuk padi menggunakan lesung yang dipukul pukulnya itu menimbulkan suara yang sangat merdu dan indah. Setiap selesai menumbuk padi ia tak segera berhenti akan tetapi terus memukul mukul lesung itu hingga terangkatlah nada yang merdu dan enak didengar. Dari sinilah banyak gadis kampung yang berdatangan kerumah nyi siti untuk ikut memukul lesung bersama sri poh haci. Kebiasaan memukul lesung akhirnya menjadi tradisi kampung itu. Sri poh haci sangat senang karena dapat menghimpun gadis gadis kampung itu bermain lesung, permainan ini kemudian diberi nama Ngagondang oleh sri poh haci yang dijadikan acara rutin setiap akan menanam padi, akan tetapi tiap hari jum’at dilarang memainkan lesung dikarenakan hari jum’at adalah hari keramat bagi kampung itu. Kemudian Raden Budog pun memasuki kampung itu, kembali terdengar suara lesung yang semakin keras didekat sebuah rumah, dilihatnya gadis gadis kampung sedang bermain lesung. Ia memperhatikan salah satu seorang gadis yang sangat mempesona yang sedang member aba aba pada gadis gadis lain. Rupanya gadis itu adalah pemimpin dari kelompok gadis gadis yang sedang bermain lesung itu.
Merasa ada yang memperhatikan, gadis itu, sri poh haci, memberikan isyarat kepada gadis gadis itu untuk menghentikan permainan tersebut. Gadis gadis itupun pulang kerumahnya masing masing. Begitupula dengan sri poh haci. Sesampainya dirumah ibunya bertanya, mengapa permainannya hanya sebentar. Sri poh haci menceritakan bahwa diluar sana ada seorang laki laki tampan yang belum pernah dilihatnya sedang memperhatikan sri poh haci. Sesaat kemudia terdengarlah ketukan pintu, dan dibukalah pintu itu oleh nyi siti. Dilihatnya pemuda yang tampan gagah lagi tampak berdiri di depan pintu. Belum sempat nyi siti berbicara pemuda itu telah berkata bahwa dia ingin beristirahat dan menginap dirumah itu. Nyi siti pun terkejut mendengar ucapan dari orang yang tak dikenalnya. Kemudian nyi siti bertanya tentang Raden Budog dan Raden Budog pun memperkenalkan diri dan menjelaskan bahwa ia adalah seorang pengembara yang kebetulan ingin beristirahat dan bertemu dengan rumah ini. Akan tetapi nyi siti menolaknya dikarenakan nyi siti adalah seorang janda dan mempunyai anak perempuan satu satunya. Hari pun sudah mulai gelap dengan hati kesal pergilah Raden Budog ke bale bale dekat dengan rumah nyi siti. Dia merbahkan tubuhnya dan segera tertidur pulas. Diapun bermimpi diperbolehkan menginap oleh gadis yang dia temui di pantai selatan, gadis yang dilihatnya tadi sedang bermain gondang. Namun waktu begitu cepat, matahari pun terbit dari ufuk timur, Raden Budog pun terbangun dan hidungnya mencium wangi aroma kopi yang menyegarkan. Kemudian dilihatlah seorang gadis cantik menyuguhkan segelas kopi disampingnya,dan mereka pun berkenalan.
Hari berganti hari mereka pun saling jatuh cinta, dan sri poh haci akan di pinang oleh Raden Budog akan tetapi nyi siti tidak setuju apabila anaknya dipinang oleh laki laki yang tak jelas asal usulnya. Tapi nyi sitijuga tak ingin mengecewakan hati sri poh haci, anak semata wayangnya itu. Dan akhirnya merekapun menikah. Kesenangan dalam memukul lesung itu tak pernah hilang dari sri poh haci bahkan Raden Budog pun menjadi sangat mencintai bunyi lesung dan turut memainkannya. Akan tetapi karena sangat senangnya terhadap bunyi lesung, raden budogyang keras kepala itu setiap hari tidakmau berhenti menabuh lesung. Hari itu hari jum’at raden budog pun tetap menabuh lesung itu walaupun paratetuakampung sudah memperingatkan dan melarang raden budog untuk menebuh lesung. Dengan riang gembira sambil meloncat loncat raden budog tetap menabuh lesung itu. Hingga ada penduduk kampung tersebut berteriak “lihat, lihat!ada lutung memukul lesung! Ada lutung memukul lesung!”. Raden budog pun terperanjat mendengar teriakan teriakan itu dan dia melihat sekujur tubuhnya yang dipenuhi oleh bulu. Raden budog pun lari terbirit birit masuk kedalam hutan yangberada di samping kampung itu. Raden Budog menjadi lutung. Penduduk kampung situ menamainya lutung kesarung. Sri poh haci sangat malu dengan kejadian itu. Diam diam dia pergimeninggalkan kampung. Konon sri poh haci menjelma menjadi dewi padi. Kemudian kampung itu pun terkenal dengan sebutan kampung lesung dan k arena letaknya disebuah tanjung, orang orang kemudian menyebutnya Tanjung Lesung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar