FILSAFAT ANALITIK
Filsafat analitik
adalah aliran filsafat yang muncul dari kelompok filsuf yang menyebut dirinya
lingkaran Wina. Filsafat analitik lingkaran Wina itu berkembang dari Jerman hingga ke luar, yaitu Polandia dan Inggris. Pandangan utamanya adalah
penolakan terhadap metafisika. Bagi mereka, metafisika tidak dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Jadi filsafat analitik memang mirip dengan filsafat sains.[1]
Di Inggris misalnya, gerakan filsafat analitik ini sangat dominan
dalam bidang bahasa. Kemunculannya merupakan reaksi keras terhadap pengikut
Hegel yang mengusung idealisme total. Dari pemikirannya, filsafat analitik
merupakan pengaruh dari rasionalisme Prancis, empirisisme Inggris dan
kritisisme Kant. Selain itu berkat empirisme John Locke pada abad 17 mengenai empirisisme, yang merupakan
penyatuan antara empirisisme Francis Bacon, Thomas Hobbes dan rasionalisme Rene Descartes. Teori Locke adalah bahwa rasio selalu
dipengaruhi atau didahului oleh pengalaman. Setelah membentuk ilmu pengetahuan,
maka akal budi menjadi pasif. Pengaruh ini kemudian merambat ke dunia filsafat Amerika Serikat, Rusia, Prancis, Jerman dan wilayah Eropa
lainnya.[2]
Setelah era
idealisme dunia Barat yang berpuncak pada Hegel, maka George Edward Moore
(1873-1958), seorang tokoh dari Universitas Cambridge mengobarkan anti
Hegelian. Bagi Moore, filsafat Hegel tidak memiliki dasar logika, sehingga
tidak dapat dipertanggungjawabkan secara akal sehat. Kemudian pengaruhnya
menggantikan Hegelian, yang sangat terkenal dengan Filsafat bahasa, filsafat
analitik atau analisis logik.[2]
Tokoh yang
mengembangkan filsafat ini adalah Bertrand Russell dan Ludwig Wittgenstein.
Mereka mengadakan analisis bahasa untuk memulihkan penggunaan bahasa untuk
memecahkan kesalahpahaman yang dilakukan oleh filsafat terhadap logika bahasa.
Hal inilah yang ditekankan oleh Charlesworth.
Penekanan lain oleh Wittgenstein adalah makna kata atau kalimat amat ditentukan
oleh penggunaan dalam bahasa, bukan oleh logika.[2]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar