Hubungan Antara Filsafat Dengan Ilmu Pengetahuan
Gerard Beekman dalam bukunya (1973) filsafat, para filsuf, berfilsafat
menyatakan bahwa filsafat memainkan peranan dalam hubungannya dengan semua ilmu
pengetahuan. Filsafat tidak harus mengirim informasi dari sisi ilmu
pengetahuan, tapi harus memberikan ilmu pengetahuan.
Hubungan Antara Filsafat dan Ilmu berbagai pengertian tentang filsafat dan ilmu sebagaimana telah dijelaskan
di atas, maka berikutnya akan tergambar pula. Pola hubungan antara ilmu dan filsafat. Pola relasi ini dapat berbentuk
persamaan antara ilmu dan filsafat, terdapat juga perbedaan diantara keduanya. Di zaman
Plato, bahkan sampai masa al Kindi, batas antara filsafat dan ilmu pengetahuan
boleh disebut tidak ada. Seorang filosof pasti menguasi semua ilmu. Tetapi
perkembangan pikir manusia yang mengembangkan filsafat pada tingkat praksis,
berujung pada loncatan ilmu dibandingkan dengan loncatan filsafat. Meski ilmu
lahir dari filsafat, tetapi dalam daya perkembangan berikut, perkembangan ilmu
pengetahuan yang didukung dengan kecanggihan teknologi, telah mengalahkan
perkembangan filsafat. Wilayah kajian filsafat bahkan seolah lebih sempit
dibandingkan dengan masa awal perkembangannya, dibandingkan dengan wilayah kajian
ilmu. Oleh karena itu, tidak salah jika kemudian muncul suatu anggapan bahwa
untuk saat ini, filsafat tidak lagi dibutuhkan bahkan kurang relevan
dikembangkan ole manusia. Sebab manusia hari ini mementingkan ilmu yang
sifatnya praktis dibandingkan dengan filsafat yang terkadang sulit “dibumikan”.
Tetapi masalahnya betulkah demikian? Ilmu telah menjadi sekelompok pengetahuan yang terorganisir dan tersusun
secara sistematis. Tugas ilmu menjadi lebih luas, yakni bagaimana ia
mempelajari gejala-gejala sosial lewat observasi dan eksperimen.
Keinginan-keinginan
melakukan observasi dan eksperimen sendiri, dapat didorong oleh keinginannya
untuk membuktikan hasil pemikiran filsafat yang cenderung Spekulatif ke dalam
bentuk ilmu yang praktis. Dengan demikian, ilmu pengetahuan dapat diartikan
sebagai keseluruhan lanjutan sistem pengetahuan manusia yang telah dihasilkan
oleh hasil kerja filsafat kemudian dibukukan secara sistematis dalam bentuk
ilmu yang terteoritisasi.
Kebenaran
ilmu dibatasi hanya pada sepanjang pengalaman dan sepanjang pemikiran,
sedangkan filsafat menghendaki pengetahuan yang koprehensif, yakni; yang luas,
yang umum dan yang universal (menyeluruh) dan itu tidak dapat diperoleh dalam ilmu. Lalu jika demikian, dimana
saat ini filsafat harus ditempatkan?
Menurut Am.
Saefudin, filsafat dapat ditempatkan pada posisi maksimal pemikiran manusia
yang tidak mungkin pada taraf tertentu dijangkau oleh ilmu. Menafikan kehadiran
filsafat, sama artinya dengan melakukan penolakan terhadap kebutuhan riil dari
realitas kehidupan manusia yang memiliki sifat untuk terus maju.
Ilmu dapat
dibedakan dengan filsafat. Ilmu bersifat pasteriori. Kesimpulannya ditarik
setelah melakukan pengujian-pengujian secara berulang-ulang. Untuk kasus
tertentu, ilmu bahkan menuntut untuk diadakannya percobaan dan pendalaman untuk
mendapatkan esensinya. Sedangkan filsafat bersifat priori, yakni;
kesimpulan-kesimpulannya ditarik tanpa pengujian. Sebab filsafat tidak
mengharuskan adanya data empiris seperti dimiliki ilmu. Karena filsafat bersifat spekulatif dan
kontemplatif yang ini juga dimiliki ilmu.
Kebenaran
filsafat tidak dapat dibuktikan oleh filsafat itu sendiri, tetapi hanya dapat
dibuktikan oleh teori-teori keilmuan melalui observasi dan eksperimen atau
memperoleh justifikasi kewahyuan. Dengan demikian, tidak setiap filosof dapat
disebut sebagai ilmuan, sama
seperti tidak semua ilmuwan disebut filosof. Meski demikian aktifitas berpikir.
Tetapi aktivitas dan ilmuwan itu sama, yakni menggunakan aktifitas berpikir
filosof. Berdasarkan cara berpikir seperti itu, maka hasil kerja filosofis
dapat dilanjutkan oleh cara kerja berfikir ilmuwan. Hasil kerja filosofis
bahkan dapat menjadi pembuka bagi lahirnya ilmu. Namun demikian, harus juga
diakui bahwa tujuan akhir dari ilmuwan yang bertugas mencari pengetahuan,
sebagaimana hasil analisa Spencer, dapat dilanjutkan oleh cara kerja berpikir
filosofis.
Di samping
sejumlah perbedaan tadi, antara ilmu dan filsafat serta cara kerja ilmuwan dan
filosofis, memang mengandung sejumlah persamaan, yakni sama-sama mencari
kebenaran. Ilmu memiliki tugas melukiskan, sedangkan filsafat bertugas untuk
menafsirkan kesemestaan.
Aktivitas
ilmu digerakkan oleh pertanyaan bagaimana menjawab pelukisan fakta. Sedangkan
filsafat menjawab atas pertanyaan lanjutan bagaimana sesungguhnya fakta itu,
dari mana awalnya dan akan kemana akhirnya.
Berbagai
gambaran di atas memperlihatkan bahwa filsafat di satu sisi dapat menjadi
pembuka bagi lahirnya ilmu pengetahuan, namun di sisi yang lainnya ia juga
dapat berfungsi sebagai cara kerja akhir ilmuwan.
Filsafat
yang sering disebut sebagai induk ilmu pengetahuan (mother of science) dapat
menjadi pembuka dan sekaligus ilmu pamungkas keilmuan yang tidak dapat diselesaikan oleh ilmu. Kenapa demikian? Sebab filsafat dapat merangsang lahirnya sejumlah
keinginan dari temuan filosofis melalui berbagai observasi dan eksperimen yang
melahirkan berbagai pencabangan ilmu.
Realitas
juga menunjukan bahwa hampir tidak ada satu cabang ilmu yang lepas dari
filsafat atau serendahnya tidak terkait dengan persoalan filsafat. Bahkan untuk
kepentingan perkembangan ilmu itu sendiri, lahir suatu disiplin filsafat untuk
mengkaji ilmu pengetahuan, pada apa yang disebut sebagai filsafat pengetahuan,
yang kemudian berkembang lagi yang melahirkan salah satu cabang yang disebut
sebagai filsafat ilmu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar