Rabu, 28 Desember 2016

Asal Mula Kain Tenun

Asal Mula Kain Tenun

Tenun
Tenun merupakan hasil kerajinan manusia di atas kain yang terbuat dari benang, serat kayu, kapas, sutera, dan lain-lain dengan cara memasukkan benang pakan secara melintang pada benang yang membujur atau lungsin. Kualitas sebuah tenunan biasanya bergantung pada bahan dasar, motif, keindahan tata warna, dan ragam hiasnya. Tenun ini berkaitan dengan budaya, kepercayaan, lingkungan, pengetahuan dan lain-lain.

Asal mula penemuan teknik tenun diilhamioleh sarang laba-laba. Sejak saat itu, penguasa Mesir di tahun 2500 SM memerintahkan rakyatnya untuk membuat bentuk yang serupa untuk membuat busana para bangsawan pada saat itu. Tenun ikat mulai diperkenalkan ke Eropa sekitar tahun 1880 oleh Prof. A.R Hein dengan nama Ikatten. Sejak itu, nama “ikat” menjadi populer di mancanegara sebagai sebuah istilah internasional untuk menyebut jenis tenunan dengan menggunakan teknik ini.  Pada zaman dahulu, menurut Warming dan Gaworski, tenunan dengan desain ikat pakan diterapkan di Indonesia dibawa oleh pedagang

Islam India dan Arab ke Sumatra dan Jawa, terutama di daerah yang letaknya strategis penting bagi lalu lintas perdagangan. Pada saat itulah, awal mulanya berkembang seni tenun yang menggunakan sutera dan benang emas. Daerah itu di antaranya Sumatra dan Kepulauan Riau. Bahkan, di Palembang sejak abad ke-15 telah ditanam pohon murbei dan peternakan ulat sutera. Jenis tenun dengan benang emas ini dikenal dengan songket.

Fungsi dari kain tenun adalah:
- Sebagai alat melindungi tubuh,
- Sebagai alat pengungkapan diri (jati diri dan penampilan),
- Alat upacara adat

Kain tenun memiliki corak ragam hias yang sangat beragam. Pada umumnya, desain motif atau ragam hias yang diterakan pada kain tenun ini berupa motif geometris dan stilasi flora dan  meander. Terdapat pula motif binatang tertentu seperti berbagai jenis burung, reptilia, dan naga. Ada juga motif burung kakak tua, burung merak, burung phoenix, ayam, itik, motif naga dan sayap burung garuda dan sebagainya. Ragam hias tersebut merupakan ciri khas wilayah setempat dan biasanya memiliki makna tertentu.

Sejarah Makanan Khas Serang "Bontot"

Sejarah Makanan khas Serang "Bontot"

Bontot yang merupakan istilah bahasa Serang-Banten yang memiliki arti bungsu atau anak paling terakhir. Mungkin inilah asal muasal kenapa dinakaman bontot, karena si bontot adalah makanan yang bentuknya mungil.

Apakah bontot hanya dirasakan kelezatannya untuk anak bontot alias bungsu? Tentunya tidak, bontot makanan gurih dapat dinikmati siapa saja,  terlebih bagi mereka yang sangat suka dengan olahan ikan dan masakan yang bergizi tinggi, dan tentu aman di kantong, karena harga si bontot sangatlah terjangkau, satu gorengan bontot dihargai dengan Rp 500,-.

Indonesia memiliki kekayaan alam yang luar biasa dan tentu ikan-ikan yang menari di perairan laut, payau bahkan sungai menjadi anugrah tersendiri untuk masyarakatnya. Masyarkat di Desa Desa Domas, Kecamatan Pontang, Serang, Banten  menjadi salah satu masyarakat yang menikmati anugrah kekayaan ikan laut dan ikan payau. Di Desa Domaslah, lahirlah makanan bontot yang berbahan dasar ikan payus.

Ikan Payus yang memiliki nama ilmiah Sillago sihama merupakan bahan utama pembuatan Bontot. Pernahkah mendengar nama ikan bandeng laki,  burjun, bojor, peren, seperen, wariyung, kacangan dan ubi jurjun? Itu adalah sebutan ikan payus di beberapa daerah di Indonesia. Tidak hanya Desa Domas saja yang membudidayakan ikan payus, Jepang dan beberapa negara di ASIA lainnya juga memilih ikan payus menjadi daftar ikan yang dibudidayakan di negaranya masing-masing. Banyaknya kalsium yang terkandung dalam tulang ikan payus bisa diolah menjadi tepung untuk pembuatan aneka makanan lainnya, itu baru tulang loh, bagaimana dengan dagingnya? Sudah pasti banyak memilik gizi dan protein yang baik untuk tubuh.

Sejarah Batik Indonesia

Sejarah Batik Indonesia

Batik secara historis berasal dari zaman nenek moyang yang dikenal sejak abad XVII yang ditulis dan dilukis pada daun lontar. Saat itu motif atau pola batik masih didominasi dengan bentuk binatang dan tanaman. Namun dalam sejarah perkembangannya batik mengalami perkembangan, yaitu dari corak-corak lukisan binatang dan tanaman lambat laun beralih pada motif abstrak yang menyerupai awan, relief candi, wayang beber dan sebagainya. Selanjutnya melalui penggabungan corak lukisan dengan seni dekorasi pakaian, muncul seni batik tulis seperti yang kita kenal sekarang ini.
Jenis dan corak batik tradisional tergolong amat banyak, namun corak dan variasinya sesuai dengan filosofi dan budaya masing-masing daerah yang amat beragam. Khasanah budaya Bangsa Indonesia yang demikian kaya telah mendorong lahirnya berbagai corak dan jenis batik tradisioanal dengan ciri kekhususannya sendiri.
Sejarah pembatikan di Indonesia berkaitan dengan perkembangan kerajaan Majapahit dan kerajaan sesudahnya. Dalam beberapa catatan, pengembangan batik banyak dilakukan pada masa-masa kerajaan Mataram, kemudian pada masa kerajaan Solo dan Yogyakarta.
Kesenian batik merupakan kesenian gambar di atas kain untuk pakaian yang menjadi salah satu kebudayaan keluarga raja-raja Indonesia zaman dulu. Awalnya batik dikerjakan hanya terbatas dalam kraton saja dan hasilnya untuk pakaian raja dan keluarga serta para pengikutnya. Oleh karena banyak dari pengikut raja yang tinggal diluar kraton, maka kesenian batik ini dibawa oleh mereka keluar kraton dan dikerjakan ditempatnya masing-masing.
Dalam perkembangannya lambat laun kesenian batik ini ditiru oleh rakyat terdekat dan selanjutnya meluas menjadi pekerjaan kaum wanita dalam rumah tangganya untuk mengisi waktu senggang. Selanjutnya, batik yang tadinya hanya pakaian keluarga istana, kemudian menjadi pakaian rakyat yang digemari, baik wanita maupun pria.
Bahan kain putih yang dipergunakan waktu itu adalah hasil tenunan sendiri. Sedang bahan-bahan pewarna yang dipakai terdiri dari tumbuh-tumbuhan asli Indonesia yang dibuat sendiri antara lain dari : pohon mengkudu, tinggi, soga, nila, dan bahan sodanya dibuat dari soda abu, serta garamnya dibuat dari tanah lumpur.
Jadi kerajinan batik ini di Indonesia telah dikenal sejak zaman kerajaan Majapahit dan terus berkembang hingga kerajaan berikutnya. Adapun mulai meluasnya kesenian batik ini menjadi milik rakyat Indonesia dan khususnya suku Jawa ialah setelah akhir abad ke-XVIII atau awal abad ke-XIX. Batik yang dihasilkan ialah semuanya batik tulis sampai awal abad ke-XX dan batik cap dikenal baru setelah usai perang dunia kesatu atau sekitar tahun 1920. Kini batik sudah menjadi bagian pakaian tradisional Indonesia.
Memang hampir setiap daerah di Indonesia mempunyai khas dan motif Batik masing masing yang masing-masing daerah tersebut juga mempunyai sejarah cerita batik masing masing yang berbeda. Namun itulah yang menjadikan Batik Indonesia itu indah dan bervariasi

Asal Usul Kota Banyuwangi

ASAL USUL KOTA BANYUWANGI

Pada zaman dahulu di kawasan ujung timur Propinsi Jawa Timur terdapat sebuah kerajaan besar yang diperintah oleh seorang Raja yang adil dan bijaksana. Raja tersebut mempunyai seorang putra yang gagah bernama Raden Banterang. Kegemaran Raden Banterang adalah berburu. “Pagi hari ini aku akan berburu ke hutan. Siapkan alat berburu,” kata Raden Banterang kepada para abdinya. Setelah peralatan berburu siap, Raden Banterang disertai beberapa pengiringnya berangkat ke hutan. Ketika Raden Banterang berjalan sendirian, ia melihat seekor kijang melintas di depannya. Ia segera mengejar kijang itu hingga masuk jauh ke hutan. Ia terpisah dengan para pengiringnya.
“Kemana seekor kijang tadi?”, kata Raden Banterang, ketika kehilangan jejak buruannya. “Akan ku cari terus sampai dapat,” tekadnya. Raden Banterang menerobos semak belukar dan pepohonan hutan. Namun, binatang buruan itu tidak ditemukan. Ia tiba di sebuah sungai yang sangat bening airnya. “Hem, segar nian air sungai ini,” Raden Banterang minum air sungai itu, sampai merasa hilang dahaganya. Setelah itu, ia meninggalkan sungai. Namun baru beberapa langkah berjalan, tiba-tiba dikejutkan kedatangan seorang gadis cantik jelita.
“Ha? Seorang gadis cantik jelita? Benarkah ia seorang manusia? Jangan-jangan setan penunggu hutan,” gumam Raden Banterang bertanya-tanya. Raden Banterang memberanikan diri mendekati gadis cantik itu. “Kau manusia atau penunggu hutan?” sapa Raden Banterang. “Saya manusia,” jawab gadis itu sambil tersenyum. Raden Banterang pun memperkenalkan dirinya. Gadis cantik itu menyambutnya. “Nama saya Surati berasal dari kerajaan Klungkung”. “Saya berada di tempat ini karena menyelamatkan diri dari serangan musuh. Ayah saya telah gugur dalam mempertahankan mahkota kerajaan,” Jelasnya. Mendengar ucapan gadis itu, Raden Banterang terkejut bukan kepalang. Melihat penderitaan puteri Raja Klungkung itu, Raden Banterang segera menolong dan mengajaknya pulang ke istana. Tak lama kemudian mereka menikah membangun keluarga bahagia.
Pada suatu hari, puteri Raja Klungkung berjalan-jalan sendirian ke luar istana. “Surati! Surati!”, panggil seorang laki-laki yang berpakaian compang-camping. Setelah mengamati wajah lelaki itu, ia baru sadar bahwa yang berada di depannya adalah kakak kandungnya bernama Rupaksa. Maksud kedatangan Rupaksa adalah untuk mengajak adiknya untuk membalas dendam, karena Raden Banterang telah membunuh ayahandanya. Surati menceritakan bahwa ia mau diperistri Raden Banterang karena telah berhutang budi. Dengan begitu, Surati tidak mau membantu ajakan kakak kandungnya. Rupaksa marah mendengar jawaban adiknya. Namun, ia sempat memberikan sebuah kenangan berupa ikat kepala kepada Surati. “Ikat kepala ini harus kau simpan di bawah tempat tidurmu,” pesan Rupaksa.
Pertemuan Surati dengan kakak kandungnya tidak diketahui oleh Raden Banterang, dikarenakan Raden Banterang sedang berburu di hutan. Tatkala Raden Banterang berada di tengah hutan, tiba-tiba pandangan matanya dikejutkan oleh kedatangan seorang lelaki berpakaian compang-camping. “Tuangku, Raden Banterang. Keselamatan Tuan terancam bahaya yang direncanakan oleh istri tuan sendiri,” kata lelaki itu. “Tuan bisa melihat buktinya, dengan melihat sebuah ikat kepala yang diletakkan di bawah tempat peraduannya. Ikat kepala itu milik lelaki yang dimintai tolong untuk membunuh Tuan,” jelasnya. Setelah mengucapkan kata-kata itu, lelaki berpakaian compang-camping itu hilang secara misterius. Terkejutlah Raden Banterang mendengar laporan lelaki misterius itu. Ia pun segera pulang ke istana. Setelah tiba di istana, Raden Banterang langsung menuju ke peraaduan istrinya. Dicarinya ikat kepala yang telah diceritakan oleh lelaki berpakaian compang-camping yang telah menemui di hutan. “Ha! Benar kata lelaki itu! Ikat kepala ini sebagai bukti! Kau merencanakan mau membunuhku dengan minta tolong kepada pemilik ikat kepala ini!” tuduh Raden Banterang kepada istrinya. “ Begitukah balasanmu padaku?” tandas Raden Banterang.”Jangan asal tuduh. Adinda sama sekali tidak bermaksud membunuh Kakanda, apalagi minta tolong kepada seorang lelaki!” jawab Surati. Namun Raden Banterang tetap pada pendiriannya, bahwa istrinya yang pernah ditolong itu akan membahayakan hidupnya. Nah, sebelum nyawanya terancam, Raden Banterang lebih dahulu ingin mencelakakan istrinya.
Raden Banterang berniat menenggelamkan istrinya di sebuah sungai. Setelah tiba di sungai, Raden Banterang menceritakan tentang pertemuan dengan seorang lelaki compang-camping ketika berburu di hutan. Sang istri pun menceritakan tentang pertemuan dengan seorang lelaki berpakaian compang-camping seperti yang dijelaskan suaminya. “Lelaki itu adalah kakak kandung Adinda. Dialah yang memberi sebuah ikat kepala kepada Adinda,” Surati menjelaskan kembali, agar Raden Banterang luluh hatinya. Namun, Raden Banterang tetap percaya bahwa istrinya akan mencelakakan dirinya. “Kakanda suamiku! Bukalah hati dan perasaan Kakanda! Adinda rela mati demi keselamatan Kakanda. Tetapi berilah kesempatan kepada Adinda untuk menceritakan perihal pertemuan Adinda dengan kakak kandung Adinda bernama Rupaksa,” ucap Surati mengingatkan.
“Kakak Adindalah yang akan membunuh kakanda! Adinda diminati bantuan, tetapi Adinda tolah!”. Mendengar hal tersebut , hati Raden Banterang tidak cair bahkan menganggap istrinya berbohong.. “Kakanda ! Jika air sungai ini menjadi bening dan harum baunya, berarti Adinda tidak bersalah! Tetapi, jika tetap keruh dan bau busuk, berarti Adinda bersalah!” seru Surati. Raden Banterang menganggap ucapan istrinya itu mengada-ada. Maka, Raden Banterang segera menghunus keris yang terselip di pinggangnya. Bersamaan itu pula, Surati melompat ke tengah sungai lalu menghilang.
Tidak berapa lama, terjadi sebuah keajaiban. Bau nan harum merebak di sekitar sungai. Melihat kejadian itu, Raden Banterang berseru dengan suara gemetar. “Istriku tidak berdosa! Air kali ini harum baunya!” Betapa menyesalnya Raden Banterang. Ia meratapi kematian istrinya, dan menyesali kebodohannya. Namun sudah terlambat.
Sejak itu, sungai menjadi harum baunya. Dalam bahasa Jawa disebut Banyuwangi. Banyu artinya air dan wangi artinya harum. Nama Banyuwangi kemudian menjadi nama kota Banyuwangi.

Asal Usul Surabaya

ASAL USUL SURABAYA

Dahulu, dilautan luas sering terjadi perkelahian antara Ikan Hiu Sura dengan Buaya. Mereka berkelahi hanya karena berebut mangsa.Keduanya sama-sama kuat, sama-sama tangkas,sama-sama cerdik, sama-sama ganas dan sama-sama rakus.Sudah berkali-kali mereka berkelahi belum pernah ada yang menang atau pun yang kalah. akhirnya mereka mengadakan kesepakatan.
"Aku bosan terus-menerus berkelahi, Buaya," kata ikan Sura.
"Aku juga, Sura.Apa yang harus kita lakukan agar kita tidak lagi berkelahi?" tanya Buaya
Ikan Hiu Sura sudah punya rencana untuk menghentikan perkelahiannya dengan Buaya segera menerangkan.
"Untuk mencegah perkelahian di antara kita,sebaiknya kita membagi daerah kekuasaan menjadi dua. Aku berkuasa sepenuhnya di dalam air dan harus mencari mangsa di dalam air,sedangkan kamu barkuasa di daratan dan mangsamu harus yang berada di daratan. Sebagai batas antara daratan dan air, kita tentukan batasnya,yaitu tempat yang dicapai oleh air laut pada waktu pasang surut!"
"Baik aku setujui gagasanmu itu!" kata Buaya.
Dengan adanya pembagian wilayah kekuasaan, maka tidak ada lagi perkelahian antara Sura dan Buaya. Keduanya telah sepakat untuk menghormati wilayah masing-masing.
Tetapi pada suatu hari, Ikan Hiu Sura mencari mangsa di sungai. Hal ini dilakukan dengan sembunyi-sembunyi agar Buaya tidak mengetahui. Mula-mula hal ini memang tidak ketahuan. Tetapi pada suatu hari Buaya memergoki perbuatan Ikan Hiu Sura ini.Tentu saja Buaya sangat marah melihat Hiu Sura melanggar janjinya.
"Hai Sura, mengapa kamu melanggar peraturan yang telah kita sepakati berdua? Mengapa kamu berani memasuki sungai yang merupakan wilayah kekuasaanku?" tanya Buaya.
Ikan Hiu Sura yang merasa tak bersalah tenang-tenang saja.
"Aku melanggar kesepakatan? Bukankah sungai ini berair.Bukankah aku sudah bilang, bahwa aku adalah penguasa di air?
Nah, sungai ini 'kan ada airnya, jadi juga termasuk daerah kekuasaanku, " Kata Ikan Hiu Sura.
"Apa? Sungai itu 'kan tempatnya di darat, sedang daerah kekuasaanmu ada di laut, berarti sungai itu adalah darerah kekuasaanku!" Buaya ngotot.
"Tidak bisa. Aku 'kan tidak pernah bilang kalau di air itu hanya air laut, tetapi juga air sungai" jawab Hiu Sura?
"Kau sengaja mencari gara-gara,Sura?"
"Tidak! kukira alasanku cukup kuat dan aku memang dipihak yang benar!" kata Sura.
"Kau sengaja mengakaliku.Aku tidak sebodoh yang kau kira!" kata Buaya mulai marah.
"Aku tidak perduli kau bodoh atau pintar, yang penting air sungai dan air laut adalah kekuasaanku!" Sura tak mau kalah.
Karena tidak ada yang mau mengalah, maka pertempuran sengit antara Ikan Hiu Sura dan Buaya terjadi lagi. Pertarungan kali ini semakin seru dan dahsyat. Saling menerjang dan menerkam, saling menggigit dan memukul. Dalam waktu sekejap, air disekitarnya menjadi merah oleh darah yang keluar dari luka-luka kedua binatang tersebut. Mereka terus bertarung mati-matian tanpa istirahat sama sekali.
Dalam pertarungan dahsyat ini, Buaya mendapat gigitan Hiu Sura di pangkal ekornya sebelah kanan. Selanjutnya, ekornya itu terpaksa selalu membengkok kekiri. Sementara ikan Sura juga tergigit ekornya hingga hampir putus, lalu ikan Sura kembali ke lautan. Buaya puas telah dapat mempertahankan daerahnya.
Pertarungan antara ikan Hiu yang bernama Sura dan Buaya ini sangat berkesan di hati masyarakat Surabaya. Oleh karena itu,nama Surabaya selalu dikait-kaitkan dengan peristiwa ini. Dari peritiwa inilah kemudian dibuat lambang Kota Surabaya yaitu gambar "ikan sura dan buaya".
Namun ada juga sebahagian berpendapat, asal usul Surabaya baerasal dari kata Sura dan Baya. Sura berarti Jaya atau selamat. Baya berarti bahaya, jadi Surabaya berarti "selamat menghadapi bahaya". Bahaya yang dimaksud adalah serangan tentara Tar-tar yang hendak menghukum Raja Jawa. Seharusnya yang dihukum adalah Kartanegara, karena Kartanegara sudah tewas terbunuh, maka Jayakatwang yang diserbu oleh tentara Tar-tar itu. Setelah mengalahkan Jayakatwang, orang Tar-tar itu merampas harta benda dan puluhan gadis-gadis cantik untuk dibawa ke Tiongkok. Raden Wijaya tidak terima diperlakukan seperti itu. Dengan siasat yang jitu, Raden Wijaya menyerang tentara Tar-tar di pelabuhan Ujung Galuh hingga mereka menyingkir kembali ke Tiongkok.
Selanjutnya, dari hari peristiwa kemenangan Raden Wijaya inilah ditetapkan sebagai hari jadi Kota Surabaya.
Surabaya sepertinya sudah ditakdirkan untuk terus baergolak. Tanggal 10 November 1945 adalah bukti jati diri warga Surabaya yaitu berani menghadapi bahaya serangan Inggris dan Belanda.
Di zaman sekarang, setelah ratusan tahun dari cerita asal usul Surabaya tersebut, ternyata pertarungan memperebutkan wilayah air dan darat terus berlanjut. Di kala musim penghujan tiba kadangkala banjir menguasai kota Surabaya. Pada musim kemarau kadangkala tempat-tempat genangan air menjadi daratan kering. Itulah Surabaya.

Asal Usul Tanjung Lesung


ASAL USUL TANJUNG LESUNG
Pada zaman dahulu kala ada seorang pengembara dari laut selatan bernama Raden Budog. Suatu hari, setelah lelah bermain di tepi pantai, Raden Budog beristirahat di bawah pohon ketapang laut. Angin semilir sejuk membuat Raden Budog terlena. Perlahan matanya terpejam. Dalam tidurnya Raden Budog bermimpi bertemu dengan seorang gadis yang sangat cantik. Hati Raden Budog terpesona oleh kecantikannya. Tanpa disadarinya, kakinya melangkah mendekati gadis ituyang tersenyummanis kepadanya. Raden Budog pun mengulurkan tangannya hendak menyambut uluran tangan gadis itu. Tapi betapa terkejutnya dia … seranting kering pohon ketapang mengenai dahinya. Raden Budog terperanjat dan terbangun dari tidurnya. Dengan perasaan kesal diraihnya ranting itu dandibantingnya keras keras. “ranting keparat!” gerutunya. Kalau ranting itu tidak jatuh maka aku bisa menikmati mimpi indahku”. Berhari hari bayangan mimpi itu tidak pernah bisa hilang dari ingatan Raden Budog. Lalu diputuskannya bahwa dia akan pergi mengembara. Raden Budog pun segera menyiapkan pembekalan untuk pengembaraannya.”cek…cek…cek…, kita akan mengembara, sayang,” kata Raden Budog mengelus elus anjing kesayangannya yang melonjak lonjak dan menggonggong gembira seolah mengerti ajakan tuannya. Raden Budog lalu menghampiri kuda kesayangannya. “kita akan mengembara jauh, sayang. Bersiap siaplah.” Raden Budog membelai kudanya yang meringkik gembira. Kemudian Raden Budog menyiapkan golok dan batu asah yang selalu dibawanya kemana saja dia mengembara. Setelah semuanyadirasa siap, Raden Budog segera menungggang kuda kesayangannya, berjalan ke arah utara. Di pinggangnya terselip golok panjang yang membuatnya tampak gagah dan perkasa. Sedangkan tas anyaman dari kulit terep berisi persediaan makanan, terselempang dibahunya. Sementara itu anjing kesayangannya berjalan didepan, mengendus endus mencari jalan untuk tuannya. Anjing itu kadang menggonggong menghalau bahaya yang mengancam tuannya.
Lima hari perjalanan telah ditempuhnya. Walaupun begitu Raden Budog belum juga mau turun dari kudanya. Dia juga tidak menyadari badannya sudah lemah karena perutnya kosong, begitupula kudanya. Fikirannya Cuma terbayang bayang pada mimpinya di tepi pantai itu “kapan dan dimana aku bisa bertemu gadis itu?” gumamnya dalam hati. Raden Budog terus memacu kudanya menapaki jalan jalan terjal dan mendaki hingga tiba di gunung walang yang sekarang kini menjadi kampong cimahpar. Tiba tiba kudanya roboh Raden Budog terperanjat, mencoba menguasai keseimbangannya namun karena sudah lama lamalelah, Raden Budog dan kudanya berguling guling dilereng gunung. Anjing kesayangannya menggonggong cemas meningkahi ringkik kuda. Raden Budog segera bangun, sekujur badannya terasa lemah dan nyeri. Sejak Raden Budog istirahat di gunung walang. Dia membuka bekalnya dan makan dengan lahap sementara itu kudanya mencari rumput segar sedangkan anjingnya berlarian kesana kemari memburu mangsa, seekor burung gemak yang berjalan disemak semak. “ayoo kita berangkat lagi!” Raden Budog berteriak memanggil kuda dan anjingnya. Namun dilihat pelana kuda itu ternyata telah robek. Dengan terpaksa Raden Budog meninggalkan pelana itu dan memutuskan untuk meneruskan perjalanannya dengan kaki karena dia tidak bisa menunggang kuda tanpa pelana, mereka terus melangkah hingga tibalah disuatu tempat yang tinggi. Tali alas namanya yang sekarang disebut pilar dari tempat inilah Raden Budog dapat melihat laut yang biru membentang dengan pantainya yang indah.
Raden Budog kemudian melanjutkan perjalanan kepantai cawar, begitu sampai dipantai yang indah itu Raden Bulog segera berlari dan terjun kelaut, berenang renang gembira. Perjalanan yang begitu melelahkan itu seolah lenyap oleh segarnya air pantai cawar. Di muara sungai Raden Bulog membilas tubuhnya lalu dicarinya kuda dan anjing kesayngannya untuk meneruskan pengembaraan. “ayo kita berangkat lagi”seru Raden Budog ketika dilihatnya kuda dan anjing kesayangannya itu sedang duduk di tepi pantai. Tidsak seperti biasanya kuda dan anjing kesayangannya itu diam saja seolah tak perduli dengan ajakan tuannya. Raden Budog merasa heran “cepat berdiri! Ayoo kita berangkat” seru Raden Budog lagi. Tapi kedua binatang itu tetap duduk saja tak bergerak sedikitpun, anjing dan kuda itutmpak sangat kelelahan setelah menempuh perjalanan panjang sehingga sekedar untuk berdiripun tak sanggup lagi. “aku harus segera menemukan gadis pujaanku, kalau kalian tidak mau menuruti perintahku dan tetap diam seperti karang akan ku tinggalkan kalian disini!” teriak Raden Budog sambil meneruskan perjalanan, meninggalkan anjing dan kuda kesayangannya.namun kedua binatang itu tetap tidak bergeming dan menjelma menjadi karang sampai sekarang dipantai cawing terdapat karang yang menyerupai kuda dan anjing sehingga disebut karang kuda dan karang anjing. Kemudian Raden Budog melanjutkan pengembaraannya seorang diri, dalam bennaknya telah adakesayangan lain yang ingin segera ditemukannya gadis pujaat yang muncul dalam mimpinya itu benar benar memenuhi benaknya, sehinggagoloknya pun tertinggal di batu cawar kini Raden Budog hanya membawa tas dari kulit terep serta batu asah didalamnya. Sesampainya di legon waru Raden Budogkembali merasakan kelelahan. Sendi sendi tubuhnya merasa lunglai tapi Raden Budog tidak ingin beristirahat barang sebentar, dia terus melangkah dengan sisa tenaganya. Akan tetapi Raden Budog merasa benda tersebut tak berguna lagi dan diambilah batu asah itu dari dalam tasnya dan diletakannya ditepi jalan. ‘biarlah batu ini menjadi kenangan,” gumamnya. Demikianlah sampai saatini dilegon waru terdapat sebuah karang yang terkenal dengan karang pengasahan.
Berhari hari Raden Budog terus mengembara menyusuri pesisir pantai. Wajah gadis yang menghiasi mimpinya memenuhi fikirannya sepanjang perjalanan, menyalakan semangat di dadanya. Rasa lelah, letih, dan bosan tak dihiraukannya. Suatu ketika hujan turun sangat derasnya, Raden Budog pun berlindung dibawah pohon. Dari balik pasir, tiba tiba berhamburan penyu penyu besardan kecil mmenuju laut seakan gembira menyambut datang nya air hujan. Dan tempat itu saat ini dikenaldengan nama cipenyu.sesaat kemudian Raden Budog melanjutkan perjalananya setelah mengambil daun pohon langkap yang dijadikannya sebagai payung. Akan tetapi hujan terus melebat, “mudah mudahan ada gua disekitar sini.aku harus berlindung dan beristirahat sejenak,” gumamnya. Dan betapa gembiranya Raden Budog melihat sebuah bukit karang yang menjorok. Raden Budog punmempercepat langkahnyadanmasukke dalam gua. Ditutupnya pintu gua itu dengan daun langkap tersebut hinggagua itupun menjadi gelap gulita. Beberapa saat Raden Budog beristirahat melepas lelah sambil menunggu hujan reda. Tapi ia merasa tak nyaman berada dalamgua yang gelap gulita tersebut. Dan dibukanya daun langkap itu. Seberkas sinar menerobos masuk, dan ternyata hujan telah reda. Kemudian Raden Budog pun keluar dan menutup kembali gua tersebut dengan daun langkap. Sampai saat ini gua tersebut masih tertutup oleh daun langkap yang membatu dandikenal dengan nama Karang Mempeuk.
Tidak jauh dari karang meupeuk Raden Budog tiba pada muara sungai yang air nya sangat deras.kemudian Raden Budog pun duduk diatas batu memandang air yang meluap, sayup sayup terdengar bunyi lesung dari seberang sungai. Dia merasa yakin bahwa diseberang sungai terdapat kampung tempat tinggal gadis pujaan hatinya yang selama ini dia cari. “dasar kali banjir!” gerutu Raden Budog tak sabar menunggu banjir surut. Tempat ini sampai sekarang dikenal dengan Kali Caah yang berarti kali banjir. Karena tidak sabar akhirnya Raden Budog pun nekat menyebrangi sungai itu walau dengan susah payah dan megerahkan seluruh tenaganya. Sesampai nya dipintu masuk kampung Raden Budog beristirahat sambil melihat kearah kampung.Dikampung itu tinggalah seorang jandabernama Nyi Siti yang mempunyai anak gadis yang sangat cantik yang bernama Sri Poh Haci. Setiap hari Sri Poh Haci membantu ibunya menumbuk padi menggunakan lesung yang dipukul pukulnya itu menimbulkan suara yang sangat merdu dan indah. Setiap selesai menumbuk padi ia tak segera berhenti akan tetapi terus memukul mukul lesung itu hingga terangkatlah nada yang merdu dan enak didengar. Dari sinilah banyak gadis kampung yang berdatangan kerumah nyi siti untuk ikut memukul lesung bersama sri poh haci. Kebiasaan memukul lesung akhirnya menjadi tradisi kampung itu. Sri poh haci sangat senang karena dapat menghimpun gadis gadis kampung itu bermain lesung, permainan ini kemudian diberi nama Ngagondang oleh sri poh haci yang dijadikan acara rutin setiap akan menanam padi, akan tetapi tiap hari jum’at dilarang memainkan lesung dikarenakan hari jum’at adalah hari keramat bagi kampung itu. Kemudian Raden Budog pun memasuki kampung itu, kembali terdengar suara lesung yang semakin keras didekat sebuah rumah, dilihatnya gadis gadis kampung sedang bermain lesung. Ia memperhatikan salah satu seorang gadis yang sangat mempesona yang sedang member aba aba pada gadis gadis lain. Rupanya gadis itu adalah pemimpin dari kelompok gadis gadis yang sedang bermain lesung itu.
Merasa ada yang memperhatikan, gadis itu, sri poh haci, memberikan isyarat kepada gadis gadis itu untuk menghentikan permainan tersebut. Gadis gadis itupun pulang kerumahnya masing masing. Begitupula dengan sri poh haci. Sesampainya dirumah ibunya bertanya, mengapa permainannya hanya sebentar. Sri poh haci menceritakan bahwa diluar sana ada seorang laki laki tampan yang belum pernah dilihatnya sedang memperhatikan sri poh haci. Sesaat kemudia terdengarlah ketukan pintu, dan dibukalah pintu itu oleh nyi siti. Dilihatnya pemuda yang tampan gagah lagi tampak berdiri di depan pintu. Belum sempat nyi siti berbicara pemuda itu telah berkata bahwa dia ingin beristirahat dan menginap dirumah itu. Nyi siti pun terkejut mendengar ucapan dari orang yang tak dikenalnya. Kemudian nyi siti bertanya tentang Raden Budog dan Raden Budog pun memperkenalkan diri dan menjelaskan bahwa ia adalah seorang pengembara yang kebetulan ingin beristirahat dan bertemu dengan rumah ini. Akan tetapi nyi siti menolaknya dikarenakan nyi siti adalah seorang janda dan mempunyai anak perempuan satu satunya. Hari pun sudah mulai gelap dengan hati kesal pergilah Raden Budog ke bale bale dekat dengan rumah nyi siti. Dia merbahkan tubuhnya dan segera tertidur pulas. Diapun bermimpi diperbolehkan menginap oleh gadis yang dia temui di pantai selatan, gadis yang dilihatnya tadi sedang bermain gondang. Namun waktu begitu cepat, matahari pun terbit dari ufuk timur, Raden Budog pun terbangun dan hidungnya mencium wangi aroma kopi yang menyegarkan. Kemudian dilihatlah seorang gadis cantik menyuguhkan segelas kopi disampingnya,dan mereka pun berkenalan.
Hari berganti hari mereka pun saling jatuh cinta, dan sri poh haci akan di pinang oleh Raden Budog akan tetapi nyi siti tidak setuju apabila anaknya dipinang oleh laki laki yang tak jelas asal usulnya. Tapi nyi sitijuga tak ingin mengecewakan hati sri poh haci, anak semata wayangnya itu. Dan akhirnya merekapun menikah. Kesenangan dalam memukul lesung itu tak pernah hilang dari sri poh haci bahkan Raden Budog pun menjadi sangat mencintai bunyi lesung dan turut memainkannya. Akan tetapi karena sangat senangnya terhadap bunyi lesung, raden budogyang keras kepala itu setiap hari tidakmau berhenti menabuh lesung. Hari itu hari jum’at raden budog pun tetap menabuh lesung itu walaupun paratetuakampung sudah memperingatkan dan melarang raden budog untuk menebuh lesung. Dengan riang gembira sambil meloncat loncat raden budog tetap menabuh lesung itu. Hingga ada penduduk kampung tersebut berteriak “lihat, lihat!ada lutung memukul lesung! Ada lutung memukul lesung!”. Raden budog pun terperanjat mendengar teriakan teriakan itu dan dia melihat sekujur tubuhnya yang dipenuhi oleh bulu. Raden budog pun lari terbirit birit masuk kedalam hutan yangberada di samping kampung itu. Raden Budog menjadi lutung. Penduduk kampung situ menamainya lutung kesarung. Sri poh haci sangat malu dengan kejadian itu. Diam diam dia pergimeninggalkan kampung. Konon sri poh haci menjelma menjadi dewi padi. Kemudian kampung itu pun terkenal dengan sebutan kampung lesung dan k arena letaknya disebuah tanjung, orang orang kemudian menyebutnya Tanjung Lesung.

Filsafat Evolusionisme

FILSAFAT EVOLUSIONISME
Darwin adalah seorang ahli pengetahuan alam (naturalis) berkebangsaan Inggris. Teorinya tentang evolusi organik melewati seleksi alamiah telah menyebabkan perubahan besar dalam sains biologi, filsafat, dan pemikiran keagamaan. Ia mendapat pendidikan di Universitas Edinburgh dan Universitas Cambridge. Kemudian ia menggabungkan diri dengan ekspedisi Inggris di kapal H.M.S. Beagle untuk melakukan penyelidikan selama lima tahun (1831-1836) tentang tumbuh-tumbuhan, binatang, fosil, dan bentukan-bentukan geologi di tempat-tempat jauh yang terpencil, kebanyakan di pantai Amerika Selatan dan pulau-pulau di samudera pasifik. Karyanya yang cukup besar adalah Origin of Species ditulis tahun 1859 dan Descent of Man (1871) yang telah memberikan bukti dengan fakta kepada anggapan bahwa spesies-spesies itu mempunyai hubungan satu dengan yang lainnya dalam garis ke atas dan bahwa manusia itu berasal dari kelompok binatang yang sama seperti simpanse dan kera. Hal ini jelas sangat bertentangan dengan dalil Al-Qur’an yang terkandung dalam surat Al-Mukminun ayat 15 yang berbunyi :
          Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik.”
 
Pengertian Evolusionisme
Evolusionisme atau teori evolusi adalah suatu interpretasi tentang bagaimana proses perkembangan segala bentuk kehidupan, baik evolusi dalam arti biologi maupun evolusi dalam arti evolusi organik. Teori evolusi tidak sama dengan darwinisme. Darwinisme adalah suatu penjelasan bagaimana suatu jenis dapat muncul dari jenis yang lain. Dalam bagian ini, terlebih dahulu kita akan berkenalan dengan Charles Darwinserta beberapa buah pemikirannya.


Pemikiran para tokoh tentang teori evolusionisme
 
Charles R. Darwin (1809-1882)
     Bagian pertama dari teori evolusi ini menyatakan bahwa bentuk-bentuk yang beraneka ragam itu telah tercipta dan berkembang secara berangsur-angsurdari suatu tingkat asal yang rendah. Walaupun doktrin ini bukan yang mula-mula, namun kini telah diterima secara umum. Jasa Darwin dalam hal ini ialah kemampuannya dalam memberikan sekumpulan fakta dan bukti-bukti ilmiah terhadap doktrinnya yang sebelumnya kurang begitu di kenal.
SedangkanBagian kedua dari teori darwin ialah tentang perjuangan hidup dan kelangsungan hidup bagi yang paling sesuai atau suatu struggle for life and the fitettes. Teori ini mempunyai implikasi kepada tahap perkembangan flora dan fauna. Flora dan fauna yang mampu bertahan hidup adalah yang paling baik nasibnya dan paling tahan terhadap lingkungan sekitarnya.
Dalam prinsip Darwin, tidak ada bedanya antara manusia dengan binatang. Karena perkembangan ini terbuka juga kemungkinan, bahwa kemudian hari akan timbul dari manusia sesuatu yang lebih sempurna dari manusia yang sekarang ini.
Sebenarnya evolusi Darwin ini dari sudut pandang filsafat tidak amat banyak bedanya dari positivisme tentang pendapatnya mengenai pengetahuan.
Oleh karena yang memajukan teoori ini Darwin, teori ini ada yang menyebut Darwinisme.
                                                                                                                                                                                 
         Herbert Spencer
Seluruh pemikiran Herbert Spencer (1820-1903) berpusat pada teori evolusi. Dalam hal itu mendahului Charles Darwin. Sembilan tahun sebelum terbitnya karya Darwin yang terkenal, The Origin of Spesies (1859), Spencer sudah menerbitkan sebuah bukutentangevolusi. Ketika ia memahami betapa pentingnya prinsip evolusi dan terdorong pula oleh buku baru karangan Darwin  yang terbit pada tahun 1859, ia memutuskan untuk menulis karya yang menerapkan prinsip evolusi secara sistematis pada semua lapangan ilmu pengetahuan yang berjudul System of Syhntetic Philosophy(1862).
Dalam etikanya Spencer berpendapat demikian: manusia selalu meyesuaikan diri dengan keadaan yang mengelilinginya. Tindakan mausia itu susila, jika sesuai dengan kelilingnya, artinya: jika tindakan itu akan menambah kebahagiaan subyek yang bertindak itu, keturunannya serta sesama manusia. Oleh karena dasar segala-galanya itu evolusi, maka selalu mungkin berlainan isinya, sehingga hukum kesusilaan itu mungkin berbeda-beda, karena hukum ini pun berkembang. Oleh karena manusia itu keturunan nenek moyangnya, maka amat mudah dan hampir dengan sendirinya ia mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk.