Sabtu, 26 November 2016

kurikulum dalam pendidikan



A.    KURIKULUM
1.      Pengertian Kurikulum
Kurikulum merupakan acuan pembelajaran dan pelatihan dalam pendidikan dan/atau pelatihan. Oleh sebab itu, pengembangan kurikulum melibatkan pemikiran-pemikiran secara filsafati, psikologi, ilmu pengetahuan, teknologi dan budaya. Landasan filsafat pendidikan menelaah fungsi kurikulum secara mendalam dan radikal sehingga menemukan sifat yang hakiki (substansive nature) dari kuriulum dalam pendidikan dan/atau pelatihan. Landasan psikologis menelaah keselarasan antara perkembangan dan kesiapan mental peserta didik dengan kompleksitas materi pembelajaran sehingga proses pembelajaran dan pelatihan menghasilkan pengalaman yang bermanfaat selaras dengan cita-cita peserta didik. Sementara ilmu pengetahuan, teknologi dan budaya merupakan sumber-sumber materi pembelajaran yang perlu diatur penyampaiannya, baik pada arah horizontal (cakupan, scopes) maupun pada arah vertical (kontinuitas, sekuens) agar dapat menumbuhkan kemampuan menalar dengan wawasan yang luas dan mendalam.
2.      Fungsi Kurikulum dalam Pendidikan
Kurikulum merupakan acuan pembelajaran dan pelatihan dalam pendididkan dan/atau pelatihan. Dalam masyarakat, baik di negara-negara maju maupun yang sedang berkembang terdapat kepercayaan bahwa, pendidikan merupakan sarana pencerahan bangsa serta kesadaran adanya hubungan antara pendidikan dengan kemajuan suatu negara. Peserta didik dewasa ini dihadapkan pada produk-produk teknologiyang merangsang minat untuk menguasainya, namun di sisi lain mereka belum memiliki prasyarat ilmu untuk mempelajarinya. Dalam hal ini diperlukan intitusi pendidikan yang disebut ‘sekolah’ sebagai pihak yang diharapkan dapat membantu para peserta didik untuk mencapai cita-cita mereka.
Nana S. Sukmadinata (1988: 4) mengemukakan bahwa, “Kurikulum mempunyai kedudukan yang sangat sentral dalam keseluruhan proses pendidikan.” Namun makna kurikulum sering diterjemahkan secara dangkal oleh pengajar sekalipun tanpa upaya untuk memahami arti hakiki dari kurikulum bagi pendidikan. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), pasal 1, butir 19, kurikulum didefinisikan sebagai: “…seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk pembelajaran untuk mencapai tujuan oendidikan tertentu.” Tanpa penjelasan definisi ini tidak menjamin bisa memberikan pengertian tentang fungsi kurikulum dalam pendidikan. Padahal apabila dikaji, definisi ini mengungkapkan adanya empat fungsi kurikulum sebagai berikut.
1)      Kurikulum sebagai rencana. Kurikulum sebagai rencana kegiatan belajar-mengajar (atau rencana pembelajaran) dikembangkan berdasarkan suatu tujuan yang ingin diacapai (Taba, dalam Reksoatmodjo, 2010:4). Sebagai suatu rencana tertulis, kurikulum juga dipandang sebagai dokumen tertulis (Beauchamp, dalam Reksoatmodjo, 2010:4). Untuk mengetahui tingkat pencapaian tujuan itu, dalam kurikulum perlu pula ditetapkan kriteria evaluasi (Taba, dalam Reksoatmodjo, 2010:4).
2)      Kurikulum sebagai pengaturan. Pengaturan dalam kurikulum dapat diartikan sebagai pengorgasnisasian materi (isi) pelajaran pada arah horizontal dan vertical. Pengorganisasian pada arah horizontal berkaitan dengan lingkup dan integrasi, sedangkan pengorganisasian pada arah vertical berkaitan dengan urutan dan kontinuitas (Zais, dalam Reksoatmodjo, 2010:4). Dalam pengorganisasian kurikulum, Taba (dalam Reksoatmodjo, 2010:4) mengemukakan pentingnya memerhatikan dua aspek pembelajaran, yakni, materi apa yang harus dikuasai serta proses mental apa yang terjadi. Kegagalan membandingkan lingkup kurikulum dalam kedua aspek itu akan menimbulkan dilemma yang berkenaan dengan luas (dimensi horizontal) dan kedalaman (dimensi vertikal) . jika lingkup kurikulum hanya mengutamakan luasnya cakupan materi, maka akan timbul akan mengakibatkan peserta didik kurang mampu melihat hubungan dengan mengintegrasikan berbagai mata pelajaran ke dalam struktur kognitifnya. Hal mana akan membatasikemampuan menalar dan penerapan ilmu dalam pemecahan masalah. Selanjutnya urutan materi berkaitan dengan kontinuitas kemajuan belajar pada arah vertical, dimana pada setiap stratum dihadapkan terjadi proses pengintegrasian.
3)      Kurikulum sebagai cara. Pengorganisasian kurikulum mengisyaratkan penggunaan metode pembelajaran yang efektif berdasarkan konteks pembelajaran. Pemilihan metode belajar erat hubungannya dengan sifat materi pembelajaran atau praktikum tingkat penguasaan yang ingin dicapai. Penggunaan alat peraga akan meningkatkan pemahaman, metode pemecahan masalah melatih kemampuan menalar, sedangkan latihan membuiat benda-benda dengan mesin atau peralatan, serta prosedur kerja yang benar akan meningkatkan keterampilan psikomotor, pemahaman konsep produktivitas dan mutu.
4)      Kurikulum sebagai pedoman. Kurikulum sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran harus memiliki kejelasan tentang gagasan-gagasan dan tujuan yang hendak dicapai melalui penerapan kurikulum. Perumusan tujuan yang jelas akan meningkatkan efektivitas penerapan kurikulum.
Untuk menempatkan suatu kurikulum pada kedudukan sentral dalam keseluruhan proses pendidikan, institusi pendidikan dan para pengajar harus mampu menerjemahkan definisi tersebut sebagai administrator pembelajaran. Tanpa dinamisaasi pembelajaran, keberadaan kurikulum akan terabaikan atau hanya sebagai dokumen resmi yang akan ditunjukkan kepada para assessor pada saat akreditasi.
3.      Penilaian Kurikulum
Penilitian atas sebuah kurikulum lengkap merupakan kegiatan yang kompleks dan memerlukan waktu lama. Oleh sebab itu penilaian cenderung difokuskan pada program dan materi kurikulum. Walaupun program dan materi kurikulum erat hubungannya, penilaian atas keduanya mengambil focus yang berbeda. Program yang dapat dipandang sinonim dengan kurikulum; oleh sebab itu harus berdasarkan pada logika, penilaiannya difokuskan aspek-aspek formal dari program pendidikan atau bidang pembelajaran tertentu, misalnya pertanian, geografi, kebidanan, dan lain-lain. Sementara materi kurikulum difokuskan pada materi pembelajaran misalnya modul, buku teks, atau paket-paket multimedia yang disiapkan agar dapat difasilitasikan oleh seorang guru atau instruktur.
Penilaian atas suatu program dilakukan dengan pendekatan kuantitatif dan pendekatan kualitatif. Pendekatan kuantitatif difokuskan pada pencapaian suatu hasil tertentu, kriteria, atau tujuan yang terukur; sementara pendekatan kualitatif lebih difokus pada proses dan lebih bersifat deskriptif. Keputusan untuk menggunakan pendekatan kuantitatif atau kualitatif sangat tergantung pada filosofi dan kepakaran penilai. Pilihan terbaik adalah yang didasarkan pada potensi faedah maksimum dibandingkan pada perspektif personal.

4.      Penilaian Materi Kurikulum
Pada saat membahas penilaian kurikulum, adlaah penting untukmembedakan dua tingkat penilaian, yakni penilaian formatif dan sumatif. Penilaian formatif digunakan untuk penyempurnaan materi pada saat memformulasikan dan pengembangan. Kegiatan ini lazimnya dilakukan oleh oengembang kurikulum yang telah mengenal cakupan materi. Sedangkan penilaian sumatif mencakup pengkajian dampak penggunaan keseluruhan materi berupa perubahan perilaku dan kesanggupan.
Penilaian atas materi kurikulum difokuskan pada mutu materi dengan jalan menggali informasi yang berkaitan dengan dimensi-dimensi efektivitas, efisiensi, tingkat kegunaan, kepraktisan, dan cakupan materi yang diuraikan berikut ini.
a.       Efektivitas. Dimensi, mutu ini berkaitan langsung dengan penilaian atas dampak pemakaian materikurikulum tertentu.
b.      Efisiensi, penilaian atas efektivitas pemakaian materi kurikulum berhubungan langsung dengan efisiensi penggunaan waktu dan biaya. Materi kurikulum mungkin snagat berlaku dalam merubah perilaku peserta didik namun dengan  biaya yang lebih mahal atau dengan alokasi waktu yang lebih mata. Apabila hal ini yang terjadi, maka para guru kejuruan cenderung tetap menggunakan materi kurikulum baru lazimnya dibandingkan dengan materi kurikulum lama pada tingkat efektivitas yang lebih tinggi tanpa peningkatan waktu dan biaya, atau efektivitas yang sama dengan penurunan alokasi waktu dan biaya.
c.       Tingkat kegunaan, tingkat kegunaan materi kurikulum berkaitan dengan penerimaan peserta didik dan guru yang menggunakan ditinjau dari sudut proses pembelajaran.
d.      Kepraktisan, dimensi kepraktisan ini berkaitan dengan kondisi lingkungan sekolah, khususnya keterbatasan-keterbatasan yang menghambat penggunaan materi kurikulum yang dinilai.
5.      Model Perkembangan Kurikulum di Indonesia
a.      Kurikulum tahun 1964
Bersifat tradisonal yaitu pendidikan dan pengajaran dimaksudkan untuk memberi pelajaran kepada siswa.
b.      Kurikulum tahun 1968
Mata pelajaran PAI yang awalnya masuk dalam pelajaran budi pekerti pada tahun 1968 resmi menjadi mata pelajaran sendiri yakni mata pelajaran PAI karna PKI dibubarkan, sehingga lebih mengarah kepada Pancasila sebagai dasar Negara RI.

c.       Kurikulum tahun 1975
Adanya kurikulum yang mengajarkan bahwa pembelajran harus memperhatikan lingkungan yang ada disekitar dimana tempat pembelajaran dilaksanakan. Kurikulum 1975 mulai mengenal PPSI(Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional)
d.      Kurikulum tahun 1984
Pola pembelajaran dua arah yakni siswa ikut aktif dalam mempelajari mata pelajaran tertentu. Kurikulum 1984 mengenal adanya sistem semester untuk jenjang SMP dan SMA sedangkan SD catur wulan (cawu).
e.       Kurikulum tahun 1994
Ada pengembangan kurikulum pada tahun 1994 yakni:
1.      Adanya penerapan muatan lokal
2.      Konsep link dan match (keterkaitan dan kesepadanan) antara penddikan dengan dunia kerja.
3.      Peningkatan wajib belajar yang awalnya 6 tahun menjadi 9 tahun.
f.       Kurikulum tahun 1999
Karena adanya era reformasi maka Kurikulum 1999 disebut kurikulum suplemen yaitu adanya pelajaran yang bisa tetap diajarkan dan ada yang tidak yakni pelajaran P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila.
g.      Kurikulum tahun 2004, Kurikulum Berbasis Kopetensi (KBK)
Ciri khusus KBK yakni:
a)      Lebih memgutamakan kemampuan
b)      Menekankan bantuan alat
c)      Evaluasi lebih menekankan kepada kemampuan atau percepatan masing-masing siswa.
d)     Berbasis kinerja: lebih menekankan kinerja.
h.      Kurikulum tahun 2006/2007, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
KTSP memberikan kebebasan pada masing – masing sekolah, KTSP memberikan kebebasan atau otonomi pada tingkat sekolah. Artinya kepada sekolah dan guru memiliki keluasan dalam mengembangkan kurikulum secara tepat dan proporsional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar